Kesibukan anak idealnya harus seimbang antara main dan belajar. Namun, pada praktiknya memang tidak mudah.
Lagipula, ‘main’-nya anak itu seringkali juga belajar. Semua kegiatan yang dijalani dengan senang akan menjadi pembelajaran.
Dua hal yang harus diperhatikan, pertama, keseimbangan antara berkegiatan dengan istirahat.
Kedua, yang dimaksud ‘belajar’ di luar jam sekolah adalah waktu melakukan kegiatan berstruktur selama 30 menit-1 jam, bergantung pada usia anak.
Kegiatan berstruktur maksudnya adalah kegiatan berdasarkan instruksi, jadi bukan kegiatan ‘suka-suka’. Anak belajar mengikuti suatu kegiatan, sampai selesai.
Kegiatan berstruktut ini bisa berupa worksheet, tugas membaca, menulis, menggambar. Apa saja, asalkan berdasarkan instruksi dan diselesaikan tuntas.
Jangan panik melihat perbedaan kemampuan anak dengan anak lain. Hindari membandingkan karena setiap anak itu unik dan mempunyai percepatan belajar serta perkembangannya masing-masing.
Ukuran sibuk setiap anak berbeda-beda, tergantung pada tingkat energi dan stamina tubuh anak.
Indikasi anak lelah: marah, lemas atau tidak bersemangat, nafsu makan menurun, moody, tidak fokus, dan, yang terburuk, sakit.
Anak juga biasanya langsung menolak kegiatan kalau merasa lelah. Karena anak itu, cenderung jujur dan jarang memaksakan diri.
Sibuk itu boleh, apalagi jika anak senang dan bersemangat. Orangtua mana yang tidak ikut bersemangat?
Namun, seimbangkan kegiatannya. Pastikan kapan anak pulang sekolah dan kapan jam tidurnya di malam hari. Atur waktu sisa di antaranya.
Misal, pulang sekolah jam 12 siang dan tidur jam 9 malam. Berarti ada waktu 9 jam yang bisa diisi kegiatan. (1 jam mandi dan istirahat, 2 jam ekskul/klub, 1 jam belajar, 2 jam bebas). Jangan lupa hitung juga waktu perjalanan.
Pengaturan ini sebaiknya fleksibel. Coba selama seminggu, lalu lihat bagaimana anak menjalaninya. Lanjutkan bila, ok. Jika tidak, atur ulang.
Yang penting, kegiatan apapun, sesibuk apapun, anak harus senang, agar orangtua pun tenang.