Marahnya Anak
Emosi pada anak sifat dasarnya netral. Intensitas dan cara anak mengekspresikan emosi dipengaruhi oleh temperamen.
Efek dari emosi ini ditentukan oleh perilaku yang menyertai. Misal: Lelah lalu memukul. Kesal lalu rewel.
Anak sering merasakan perasaan campur aduk. Karena belum bisa mengenali emosinya dengan baik. Capek, tidak sabar, kesal campur menjadi satu.
Anak bisa mengalami hambatan ekspresi emosi. Ini bisa terjadi saat keinginan tidak terpenuhi, termasuk saat gagal melakukan sesuatu, juga saat fungsi atau kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi.
Hal ini berkaitan dengan self-regulation, salah satu aspek terpenting dalam perkembangan anak.
Apa itu self-regulation? Cek, di sini.
Bantu anak untuk mengatasi marah:
1. Mengenali emosi. Ajarkan membedakan antara pikiran, perasaan, dan tindakan.
2. Mengendalikan emosi. Saat anak merasakan emosi ekstrem, misal: tantrum, minta dia untuk berhenti dan menenangkan diri. Ajarkan dia menenangkan diri secara mandiri.
3. Memecahkan masalah. Ajak dia memikirkan alternatif cara untuk mengekspresikan emosi atau tingkah lakunya.
Kenali anak dan masalahnya. Kenali juga diri kita dan bagaimana kita bereaksi terhadap emosi anak.
Temperamen yang berbeda antara anak dengan orangtua dapat menjadi hambatan kita dalam berinteraksi saat anak emosi.
Kurang sensitif, kekhawatiran berlebihan, ekspektasi tidak tepat pada perkembangan dan kemampuan anak, keterbatasan waktu, serta reaksi kita pada emosi diri sendiri juga bisa menghambat interaksi baik kita saat anak emosi.
Marahnya Orangtua
Orangtua merasa marah? Itu wajar, karena kita manusia yang dilengkapi dengan emosi. Emosi kita bisa disalurkan secara kreatif untuk memecahkan masalah.
Wajar, tapi kemarahan kita harus ditangani dengan cepat. Eskalasi mudah dan sering tidak disadari. Awalnya marah kita hanya disertai intonasi tinggi, jika ini tidak kita sadari, maka marah di lain waktu disertai ancaman dan hukuman.
Anak mungkin akan meniru cara kita mengekspesikan emosi bila kita tidak menanganinya dengan tepat.
Kemarahan yang tidak ditangani atau disalurkan dengan tepat dapat memulai ‘lingkaran kemarahan’ kepada anak, diri sendiri, bahkan kepada rasa marah itu sendiri.
Kemarahan yang tidak terkendali dan berulang sangat berbahaya.
Saat anak marah, dengarkan dia. Tanggapi marahnya dengan kata-kata pendek dan sentuhan fisik atau kedekatan.
Saat anak marah, hindari banyak berbicara padanya. Hindari juga hasrat untuk memberikan nasehat atau sindiran. Hindari juga keinginan untuk memberinya ‘time out’.
Berikan waktu transisi bagi anak untuk menenangkan diri setelah marah sebelum berpindah aktivitas.
Penting untuk membedakan berbagai jenis perilaku yang tidak baik, termasuk perilaku yang tidak perlu diperhatikan.
Biasakan untuk menggunakan kata yang baik, misal: Aku perlu tenang dulu sebentar.
Kompak selalu dengan pasangan saat menghadapi anak yang marah
atau pun saat kita marah, pasangan bisa mengambil alih situasi saat kita sedang meredakan marah kita.
Manfaatkan humor dan distraksi.
Kenali dan cegah situasi berisiko untuk orangtua dan anak.
Kemarahan harus dikenali, tapi tidak harus diekspresikan.