Ada anak yang takut gelap, takut air, takut ketinggian, takut badut, takut dengan benda tertentu dan masih banyak lagi takut yang dialami anak dan juga oleh orang dewasa. Simak penjelasan Psikolog Tari Sandjojo, seperti yang dituturkannya dalam #Ngorbit di @RumahMainCikal.
1
Takut, seperti juga emosi lain, dimiliki oleh setiap orang.
2
Rasa takut itu penting dimiliki karena takut membuat kita punya pertimbangan, rencana, dan strategi.
3
Rasa takut ada yang umum dialami anak dalam tahap perkembangannya. Misal, batita sering takut terhadap suara keras, perpisahan dengan ibu, atau orang asing. Usia 3-6 tahun biasanya takut gelap, hantu, monster, atau binatang tertentu. Usia SD biasanya takut sendirian di rumah, takut pada orang dewasa yang marah, takut film horor, takut bencana alam, dll.
4
Ketakutan-ketakutan seperti ini, biasanya, perlahan hilang atau bisa diatasi. Ketakutan ini baru menjadi masalah jika terus berlanjut dan mengganggu hidup.
5
Bagaimana dengan takut akibat trauma? Trauma itu akibat pengalaman tidak menyenangkan. Selama bisa ‘diganti’ dengan pengalaman yang lebih baik, perlahan bisa dihadapi, tapi bukan hilang.
6
Penting sekali menganggap penting rasa takut yang diakui oleh anak. Misal, anak menangis ketakutan saat ada petir. Kita tidak boleh mengatakan, “Petirnya kan jauh nak, ngapain sampai ketakutan gitu.”
7
Buat anak tadi, rasa takut itu nyata sekali. Jadi, lebih baik jika kita membahas apa sih yang membuat dia takut. Apakah suara petirnya, getarannya, imajinasi akan ada pohon roboh atau listrik mati dan jadi gelap? Apa sih hal terburuk yang bisa terjadi, nak? Pembahasan ini akan membantu anak mengurangi rasa takutnya.
8
Lalu, jangan dukung anak untuk menghindar. Justru bantu anak untuk menghadapinya secara perlahan. Saat ada petir, peluk anak dan ajak mengobrol tentang si petir. Apa yang membuatnya tidak enak? Suaranya? Kita pasang lagu aja, yuk? Gimana, nggak kedengeran kan petirnya? Jika si petir sudah lewat dan anak berhasil melalui periode itu, sampaikan bahwa dia sudah sukses mengatasi rasa takutnya.
9
Bila perlu, beri review. Misalnya, “Yay, petirnya sudah berhenti dan tadi kamu nangisnya cuma sebentar, lho. Hebat! Kamu sudah bisa mengatasi rasa takutmu. Nanti, kalau ada petir lagi, kamu sudah tahu harus bagaimana. Mama bantu, kok.”
10
Yang penting, jangan anggap remeh rasa takutnya. Hormati bahwa setiap orang punya rasa takut yang berbeda-beda dan semua rasa takut itu ‘penting’.
11
Kita juga harus tenang. Jangan ikut panik. Bahas rasa takutnya. Jika dia tidak bisa berbicara saking takutnya, ajak anak menggambar atau menulis.
12
Semakin sering dibahas atau dieksplorasi, intensitas takut akan berkurang.
13
Jika sudah dibahas dan lebih tenang, kita bisa bersama-sama mencari ide untuk mengatasi rasa takutnya.