Salah Kaprah 1: Norma bersosialisasi di dunia maya dan di dunia nyata tidak sama.
Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa tidak masalah ketika memalsukan identitas, contoh: memalsukan usia anak agar bisa membuat atau dibuatkan akun di media sosial. Padahal dengan memalsukan identtias berarti kita sudah memiliki niat tidak baik dalam menjalin hubungan sosial di dunia digital. Selain berisiko menjadi korban kejahatan digital, kita juga tidak memiliki etika yang baik dalam bersosialisasi.
Salah kaprah 2: Anak balita tidak boleh sama sekali terekspos media digital.
Saat ini rasanya hampir tidak mungkin anak sama sekali tidak terekspos media digital. Media digital untuk anak balita dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan beberapa syarat tertentu. Perlu pembatasan waktu yang konsisten yang bertujuan agar anak menggunakan waktu dengan seimbang, terutama tetap memperhatikan kebutuhan anak mengembangkan kemampuan lainnya, misal: motorik halus dan kasar lewat bermain tanpa gadget. Hal utama yang juga perlu diperhatikan adalah konsumsi media digital bagi anak balita wajib untuk didampingi dan menjadi sarana interaksi anak dan orangtua, tidak dijadikan sebagai “ alat pengganti” untuk mengasuh anak.
Salah kaprah 3: Tidak perlu diajarkan, nanti anak akan pintar sendiri dalam menggunakan media digital.
Meski anak-anak terlahir sebagai digital natives, karena lingkungan di sekitarnya mendukung kepiawaian merek ini namun bertanggungjawab dalam menggunakan media digital perlu diajarkan dan dilatih, tidak mahir dengan sendirinya.
Salah kaprah 4: Anak perlu memiliki gadgetnya sendiri agar tidak terganggu dengan yang lain.
Pada usia tertentu anak dapat diberi tanggungjawab untuk menggunakan gadget dalam memenuhi kebutuhannya, misalnya: mencari informasi, melakukan riset di internet, mengerjakan tugas sekolah, dll. Pemberian gadget ini sifatnya adalah “privilege” atau keistimewaan, artinya perlu diikuti dengan kesepakatan bersama dan dapat “dicabut” apabila kesepakatan dilanggar. Pada anak yang belum bisa sepenuhnya mandiri dan memahami konsep tanggung jawab maka gadget adalah sifatnya pinjaman dari orangtua, maka otoritas penggunaan ada pada orangtua.