Berdasarkan survey BPS tahun 2013, jumlah wanita bekerja terus meningkat setiap tahunnya. Dari 114 juta, 38% di antaranya adalah pekerja perempuan. Kesetaraan gender dan aktualisasi diri memacu perempuan untuk ikut berkiprah dan turut mengambil peran sebagai pencari nafkah dalam keluarga.
Perempuan yang juga ibu bekerja memiliki tantangan lain. Menjadi wanita karir yang sukses, penampilan yang selalu menarik dan penghasilan yang tinggi ternyata tidak cukup untuk membuat orang di sekitar ibu bekerja puas akan pencapaiannya. Tuntutan bahwa ibu bekerja juga harus sukses sebagai ibu rumah tangga terkadang membawa masalah tersendiri.
Berikut ini adalah beberapa salah kaprah yang sering diperbincangkan mengenai ibu bekerja:
1. Ibu bekerja tidak punya rasa khawatir pada anak
Tidak perlu diragukan bahwa pada dasarnya semua ibu di dunia ini memiliki kekhawatiran yang sama pada anaknya. Khawatir ketika anak sakit, ujian sekolah bahkan ikut cemas ketika anak mau tampil di acara sekolah. Ibu bekerja memiliki kekhawatiran lebih karena mereka menyadari waktu mereka terbagi antara anak dan pekerjaan. Situasi multi peran ini membuat ibu bekerja harus menjadi seorang “Strategic Planner” yang handal agar anak dan keluarga tetap mendapat prioritas utama.
2. Seorang Ibu bekerja karena prioritas utamanya adalah materi/uang.
Begitu banyak alasan yang melatarbelakangi seorang ibu untuk bekerja. Sebagian dari mereka harus bekerja untuk menopang kehidupan keluarganya, dan sebagian yang lain bekerja demi aktualisasi diri. Sering sekali ibu bekerja mendapat kritik, misalnya “Buat apa sih kerja? Kan sudah ada suami yang menafkahi?”. Padahal aktualisasi diri adalah kebutuhan lain manusia, sesudah kebutuhan dasarnya seperti makan, tempat tinggal dan hiburan terpenuhi.
Aktualisasi diri adalah kebutuhan manusia untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita yang sesuai dengan apa yang mereka suka dan mereka bisa. Aktualisasi adalah kontribusi, misalnya pekerjaan, karya, bahkan pengaruh.
3. Ibu bekerja tidak akan pernah punya waktu cukup untuk anak
Membagi waktu bukanlah hal yang mudah, baik bagi ibu bekerja maupun yang tidak bekerja. Seringkali kita mendengar, bahkan pada ibu yang tidak bekerja sekali pun mengeluhkan bagaimana cara cerdas membagi waktu antara anak dan pekerjaan rutinitas di rumah.
Begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga ibu perlu belajar mengenai manajemen waktu, termasuk di dalamnya adalah sensitif terhadap kebutuhan anak. Setiap anak memiliki kebutuhan waktu yang berbeda untuk bersama orangtua, maka orangtua perlu memahami seberapa banyak waktu yang perlu dialokasikan pada tiap-tiap anak. Misalnya anak pertama mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk ngobrol bersama ayah dibandingkan anak kedua.