Ketika anak melakukan kesalahan, ada orangtua yang menghalalkan hukuman sebagai alat untuk mendisiplinkan perilaku anak. Banyak orang menilai hukuman sangat efektif untuk membuat anak menurut dan menyesali perbuatannya. Ketika pemberian hukuman disertai dengan perlawanan dan pembangkangan dari anak, dengan mudah orangtua melabel anak sebagai pribadi yang sulit dipahami. Namun, bukan hanya tidak efektif, hukuman hanya membuat hubungan orangtua dan anak semakin jauh.
Cara lain yang dapat digunakan untuk mendisiplinkan anak adalah dengan memberikan konsekuensi. Pemberian konsekuensi yang tepat dapat membantu anak mengontrol diri dan berperilaku baik.
Meskipun ada banyak cara yang dilakukan orang dewasa agar anak mau disiplin dan menurut, tentunya orangtua ingin anak dapat disiplin yang berdampak jangka panjang, bukan sesaat. Disiplin positif adalah bentuk perilaku atau kebiasaan yang ditumbuhkan dengan motivasi dari dalam diri anak, bukan karena takut akan hukuman, ancaman atau sogokan dari orang dewasa.
Contoh disiplin positif: “Saya mau sikat gigi karena kalau tidak sikat gigi, gigi saya bolong dan bau.”
Anak perlu merasa sendiri ketidaknyamanan itu sehingga ia mau sikat gigi, tanpa disuruh di lain waktu. Disiplin positif memberi anak kesempatan untuk belajar banyak hal, misalnya membuat keputusan dan mampu menyelesaikan masalahnya secara mandiri.
Memberikan konsekuensi yang tepat menjadi cara belajar menerapkan disiplin positif bagi anak dan orangtua. Lalu, apa bedanya antara konsekuensi dengan hukuman?
(dibikin ga bisa diklik kanan ya)
Ingin belajar lebih lanjut tentang Disiplin Positif atau praktik baik pengasuhan lainnya? Yuk, belajar bareng Keluarga Kita di sini.